By Aling


Daniel adalah anak tunggal. Dia setiap hari merasa tidak bahagia.Kenapa orang lain punya papa yang menemaninya bermain.Punya mama yang menemaninya ke perlombaan. Punya saudara yang bisa berebutan mainan.

Dia hanya ditemani seorang pembantu yang sangat sabar, walaupun selalu menjadi korban ulah Daniel, pembantu itu selalu sabar. Mengajarkan banyak hal.Tapi Daniel selalu mengganggap pembantu ini orang bawahannya. Dia selalu berkata kasar, selalu mengotori lantai-lantai.Tapi pembantu ini ngak pernah marah, dia selalu senyum-senyum menghadapi tingkah Daniel. Daniel makin penasaran, dia makin membuat banyak hal yang tidak baik.Tapi pembantu ini tetap saja sabar.

Suatu hari ada perlombaan melukis. Daniel ikut serta. Daniel punya minat melukis. Dia ngak sepintar anak-anak yang lain.Tapi bakat melukisnya luar bisa untuk anak seumur dia.

“Ma, besok saya mau lomba melukis,mama antarin saya ya!” katanya merengek-rengek didepan mamanya.

“Besok mama ada rapat penting,kamu minta temani bi Ijah aza”, kata mamanya sambil merapikan proposal untuk rapat besok ditangannya.

Daniel dengan muka manjun meninggalkan kamar mamanya dan masuk kekamarnya lalu mengunci pintu. Akhir-akhir ini perusahaan mamanya memang maju pesat, hampir tidak ada waktu untuk menemani anak tunggalnya ini.

“Besok sehabis kerja mama beliin kamu main”, kata mamanya sambil mengetuk pintu kamar Daniel.

Daniel diam ngak mau menjawab.

“Daniel,… Daniel…”, suara mamanya memanggil berulang-ulang.

“Saya tidak mau mainan”, kata Daniel.

“Mainan apa saja saya sudah ada, saya hanya butuh mama menemanin saya sekali ini saja” kata daniel dari dalam kamar.

“Mama kali ini ngak bisa temanin kamu, lain kali mama janji mama akan temanin kamu”, ujar mamanya menghibur.

Mamanya tahu Daniel butuh suport darinya.Tapi dia juga tidak mungkin membatalkan rapat besok karena Daniel.

Perlombaan melukis itu dimenangkan oleh Daniel. Kamu tahu apa yang digambar Daniel. Sebuah layang-layang bergambar uang, yang ditarik seorang anak. Layang-layang itu dihembus angin seakan-akan semakin jauh terbang. Gambar itu menggambarkan isi hatinya.

Mamanya dan papanya karena uang serasa semakin jauh dari Daniel. Yang Daniel butuhkan bukan uang, bukan mainan, tapi perhatian dan kasih sayang. Sejak saat itu Daniel tidak mau ikut lomba melukis, dia lebih suka mengurungi dalam rumah. Sepulang sekolah dia selalu mengurungi diri dalam kamar, keluar sebentar ambil makanan dan minuman itu aza. Hal ini sudah Bi Ijah kasih tahu kemajikannya.Tapi majikannya  bilang, tidak apa-apa yang penting Daniel tidak keluar kemana-mana. Yang penting Daniel bisa menjadi anak yang tidak nakal.
 
Suatu hari, Bi Ijah heran knapa Daniel belum keluar kamar.

Lalu dia bergegas pergi kekamar Daniel seraya memanggil namanya…”Daniel, Daniel, sudah bangun belum, sarapan sudah siap, sudah mesti kesekolah!

Tidak ada jawaban dari dalam kamar. kemudian Bi Ijah perlahan-lahan membuka kamar ternyata Daniel sudah tidak dikamar. Bi Ijah heran kemana anak ini. Lalu mencari kesekitarnya. Tapi Daniel tidak ditemukan. Akhirnya Bi Ijah menelpon kedua majikannya. Kedua majikannya langsung pulang.

Papa Daniel marah-marah kepada Bi Ijah, “jaga anak kecil aza ngak becus!

“Bi Ijah hanya bisa diam, karena saat itu dia lagi didapur menyiapin sarapan Daniel. Dia juga ngak tahu kapan Daniel meninggalkan kamar.
 
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Daniel ngak tahu dimana. Sekarang foto Daniel terpasang dimana-mana. Orang tua Daniel baru sadar selama ini mereka sama sekali ngak pernah memberi perhatian kepada Daniel. Mereka sibuk dengan pekerjaannya dengan bisnis-bisnisnya.

Padahal Daniel ingin sekali mengajak orang tuanya kepantai bersama seperti yang diceritain teman-temannya, ingin ke mall bersama, ingin menonton tv bersama walaupun diruang tamu,i ngin pergi ke macdonal, ingin…

Keinginannya Daniel tulis dalam secarik kertas coretan yang telah dia buang ke tong sampah  dikamarnya…

Air mata mamanya menetes, hatinya bagai tersayat, ternyata bukan uang yang daniel inginkan, bukan kehidupan mewah yang membuat Daniel merasa bahagia. Hanya kebersamaan dan perhatian kedua orang tuanya. Hal yang mudah dan tidak mahal,tapi sulit dilakukan ortunya.

Suatu malam, dikala  papa dan mamanya duduk diruang tamu. Bel depan rumah berbunyi. Bi Ijah berlari-lari membukakan pintu.

“Bu, Pak, Daniel pulang” teriak Bi Ijah kegirangan. Kedua orang ini berlari kedepan pintu.

“Pa, ma, Daniel minta maaf atas semua kejadian yang Daniel lakukan”,katanya agak pelan.

“Bi Ijah kamu orang yang paling sabar menghadapi saya,saya menyanyangimu seperti ibuku sendiri, saya minta maaf atas semua yang saya lakukan kepadamu, saya menyesali semuanya”, kata Daniel seraya menatap Bi Ijah.

Ketiga orang ini merasa heran dan aneh. Tiba-tiba telepon diruang tengah berbunyi.

“Pak  dari kantor  polisi”, kata Bi Ijah.

“Hallo”, kata papa Daniel.

“Pak mohon segera ke rumah sakit untuk mengindentitas seorang anak”, kata polisi dari seberang sana.

Tapi anak saya…papa Daniel tiba-tiba melihat kearah pintu. Daniel sudah tidak disitu. Setelah dicari-cari didepan rumah mereka tidak melihat Daniel. Ketiga orang ini heran dan langsung lari kerumah sakit.

Setelah dibuka kain penutup wajah, mama Daniel menanggis histeris seakan-akan tidak percaya.

“Loh tadi Daniel kan sudah pulang kok disini”, tanya  mama Daniel kepada polisi.

“Anak ini sore tadi diketemukan tewas tabrak lari”, kata polisi menjelaskan.

Mama Daniel langsung pingsan. Ruangan itu berubah menjadi ruangan yang penuh dengan tangis yang mengharukan.

“Ternyata Daniel pulang untuk berpamitan, sungguh malang nasib anak ini”, kata Bi Ijah sambil menagis tersedu-sedu.

Air mata Papa Daniel mengucur pelan-pelan dari kedua bola matanya. Dia sangat menyesal selama ini hanya memikirkan bisnisnya saja. Mama Daniel jadi ingat kata-kata Daniel.

“Ma temanin Daniel kali ini saja”, waktu Daniel mau ikut lomba melukis.

Ternyata itulah hari terakhir Daniel minta temanin orangtuanya.mama Daniel sangat menyesal tidak menemani Daniel. Sebuah penyesalan hanya bisa setelah kejadian. Kemudian kedua orang tua ini mengurus pemakaman Daniel. Mereka benar-benar menyesal dengan apa yang mereka lakukan selama ini. Perhatian mereka hanya tercurah dibisnis dan bisnis saja. Penyesalan yang tiada guna………..

“Daniel semoga engkau berbahagia disana, dan akan terlahir dikeluarga yang lebih menyayangimu dan mencintaimu, maafkan mama dan papa…., kata-kata ini selalu mama Daniel ucapkan setiap kali memandang foto Daniel.

Saat kita kehilangan, kita baru merasa seseorang berarti….

Taiwan, 25 Agustus 2008